Menyikapi Ahmadiyah

Lagi-lagi kekerasan bernuansa SARA terjadi di Indonesia. Sekali lagi, ini tentang pergerakan yang sudah masuk di Indonesia sejak puluhan tahun silam: Ahmadiyah. Kejadian terkahir di Kuningan 29 Juli kemarin adalah peristiwa penyegelan Masjid An-Nur milik Jemaat Ahmadiyah oleh Satpol PP yang berujung penolakan dari warga Ahmadiyah. Kekerasan hampir tak terelakkan ketika warga non-Ahmadiyah ikut turun guna memaksa Ahmadiyah mematuhi penyegelan tersebut. Untunglah polisi berjibaku memebentuk barisan guna menghalangi kedua kelompok saling bentrok.
Ulama Islam telah menyatakan kekafiran Ahmadiyah Qadiyan yang mengakui Ghulam Ahmad sebagai nabi baru, serta menyatakan Ahmadiyah Lahore yang mengakui Ghulam Ahmad sebatas ‘mujadid’ (pembaharu) sebagai sesat namun tidak sampai kafir. Secara resmi Saudi melarang Ahmadiyah  Qadiyan untuk menunaikan ibadah haji. Di Indonesia telah terbit SKB 3 Menteri yang dikeluarkan guna meredam kekerasan yang selalu saja terjadi.

Sebelum menyatakan sikap saya terhadap Ahmadiyah, terlebih dulu kita lihat argumen dari kedua belah pihak (yaitu pro dan kontra Ahmadiyah). Argumen Pro-Ahmadiyah antara lain adalah sebagai berikut:
  • UUD kita menjamin kebebasan warga untuk memeluk agama apapun dan menjalankan ibadah menurut keyakinan masing-masing.
  • Setiap warga negara memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul selama tidak melanggar peraturan yang ada. 
  • Ahmadiyah merupakan salah satu bentuk penafsiran terhadap Islam. Pemerintah dan siapapun tidak berhak memaksakan satu jenis penafsiran kepada warganya.
  • Ahmadiyah tidak melakukan kegiatan penyebaran kepada non-Ahmadiyah, dan kegiatannya sebatas internal jemaat.
  • Ahmadiyah tidak melakuan kegiatan yang melanggar hukum NKRI.
  • Ahmadiyah berhak hidup di Indonesia, dan pembubaran Ahmadiyah adalah pelanggaran terhadap konstitusi. 

Sedangkan argumen kontra Ahmadiyah antara lain adalah:

  • Ahmadiyah telah menyimpang jauh dari Islam, sehingga tidak berhak lagi dinamakan sebagai Islam dan tidak berham memakai simbol-simbol Islam.
  • Ahmadiyah tidak menaati SKB tiga menteri, terbukti dengan perekrutan anggota baru dengan menjaring masyarakat awam.
  • Kehadiran Ahmadiyah dikatakan telah meresahkan masyarakat dan melakukan penodaan terhadap ajaran Islam dengan menyebarkan tafsir-tafsir yang menyimpang.
  • Ahmadiyah harus dibubarkan dan penganutnya dibina untuk kembali pada ajaran Islam yang benar.

 Mungkin tulisan di atas masih terlalu dangkal untuk bisa diambil kesimpulan, namun setidaknya kita memiliki gambaran yang cukup untuk menyatakan sikap sementara. Kesimpulan sikap saya sementara ini adalah:

  1. Ahmadiyah memang bukan Islam atau sekurang-kurangnya menyimpang. (sesuai dengan keyakinan saya).
  2. Ulama perlu menjelaskan tentang kesesatan Ahmadiyah kepada masyarakat muslim. Warga Ahmadiyah diperlakukan seperti non-muslim pada umumnya.
  3. Perlu dialog anatara para ulama Islam dengan kalangan warga Ahmadiyah.
  4. Ahmadiyah berhak hidup di Indonesia seperti agama/aliran kepercayaan lain. Mereka berhak memakai nama Islam, namun lebih bijak jika memakai nama Ahmadiyah.
  5. Ahmadiyah adalah urusan negara. Masyarakat tidak berhak untuk mengadakan penyegelan, kekerasan dan sebagainya.
  6. Ulama harus tegas bahwa kekerasan terhadap Ahmadiyah tidaklah dibenarkan.

Saya dan Standing Party

Pulang dari nikahan kawan saya, Iwan Suharyanto dan kawan saya juga Farihah Wahidati, saya jadi terpikir dengan resepsi tadi. Resepsi dengan prasmanan dan kursi yang minim. “Standing Party” biasa digunakan untuk istilah resepsi/pesta yang seperti itu. Tenang saja kawan, saya tidak akan membahasnya dalam kaca mata agama, karena butuh baca referensi-referensi terlebih dahulu untuk hal itu. Yang saya tahu bahkan makan/minum sambi berdiri menjadi khilafiah (pro-kontra) dalam pandangan ulama (CMIIW).

Jujur, saya baru dua kali mendatangi resepsi dengan format seperti itu, yang satunya dulu disediakan kursi dengan jumlah yang banyak meskipun prasmanan. Agak ndeso ketika tadi saya menuang fanta yang kata teman-teman ternyata itu untuk keluarga. Banyak senyum dari kawan dan bahkan dari sang pengantin melihat tingkah saya tadi.. hahahaha.. Bodohnya saya.

Saya hanya menuliskan catatan saja untuk resepsi semacam ini:

  1. Keakraban: Ternyata format seperti ini membuat sesama tamu bisa saling bercengkerama. Beda dengan format tradisional di mana tamu duduk di kursi masing-masing dan hanya bisa berbicara dengan orang di sekitarnya. Itupun tidak bebas karena harus mengikuti prosesi acara.
  2. Lebih kenyang: Terbukti kawan saya bolak-balik mengambil sate sampai puas.. hahaha..
  3. Mahal: Tidak perlu dibahas, sudah pasti sewa gedung dan bayar catering membutuhkan biaya lebih.
  4. Hemat ruang: Jelas, karena tak perlu banyak kursi dan hadirin yang jumlahnya banyak bisa datang silih berganti.
  5. Menjadi asosial: Terutama jika diadakan di desa. Di tempat saya nikahan itu dinikmati bukan hanya oleh keluarga dan tamu, tapi juga masyarakat sekitar. Saat nikahan, semua akan “tumpek breg” rewang. dari Bapak, ibu, sampai anak-anaknya akan ikut berada di rumah yang punya gawe.

Sejujurnya tulisan ini memang hanya “kejar tayang” agar blog saya makin berisi, tapi saya yakin pembaca bisa berbagi cerita dalam komentar-komentar di bawah nanti.

Sexsomnia

Sesuai janji saya di sebuah post dalam Facebook, kita akan membahas mengenai Sexsomnia. Berawal dari fenomena agak aneh yang saya alami, yaitu seringnya saya mengalami ereksi ketika sedang tidur dan secara kebetulan menemukan artikel di sini.

Sexsomnia adalah kondisi di mana seseorang berinsiatif untuk melakukan hubungan seksual saat tidur. Ini adalah gangguan semacam sleepwalking , yaitu gejala di mana seseorang berjalan tanpa sadar ketika sedang tidur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim dari University Health Network di Toronto, Kanada, seperti dikutip dari LiveScience.com, sebanyak 7,6 persen dari 832 responden mengaku pernah mengalami sexsomnia.


Tidur Lelap.
(courtesy of: denisuryana)

Yang sangat aneh, penderita sexsomnia ternyata bisa tiba-tiba masturbasi tanpa sadar, atau bahkan menggerayangi tubuh orang di sampingnya, bahkan melakukan hubungan seks sampai mencapai orgasme tanpa sadar… Wow!!!

Jadi mulai sekarang, berhati-hatilah dengan kawan Anda yang sedang tidur bersama dengan Anda. Bisa jadi ketika Anda sedang tidur rama-ramai bersama kawan dalam kamar kos, tiba-tiba kawan Anda mulai meraba-raba tubuh Anda, atau bahkan sampai mengajak Anda berhubungan seks.

Sampai jumpa di tulisan lain.

Margaret Sanger dan Eugenics

Berawal dari obrolan saya dengan pacar tentang berapa jumlah anak yang akan kami “produksi” nanti jika telah menikah (terlalu jauh memang), akhirnya terbersit keinginan untuk menyelidiki sejarah dari Program Keluarga Berencana yang telah lama dicanangkan pemerintah kita dan juga telah sukses dianut oleh masyarakat kebanyakan.


Untuk tulisan pertama ini akan kita kupas profil dari Margaret Sanger sang pencetus pembatas keturunan serta kepercayaannya tentang eugenics. Nama Margaret Sanger sendiri saya temukan dari iklan buku “CODEX, Konspirasi Jahat di Atas Meja Makan Kita!” karya Rizki Ridyasmara. Sampai saat tulisan ini saya post, saya belum membaca buku tersebut.


Margaret Sangre
(sumber: Wikipedia)

Sebenarnya saya tak perlu bersusah-susah menjelaskan pada Anda tentang siapa Margaret Sanger karena Wikipedia telah menyediakan lengkap untuk kita informasi tentang dirinya, dan bahkan tulisan inipun bersumber dari ensiklopedia bebas tersebut.

Dia adalah seorang wanita Amerika yang lahir 14 September 1879 dan meninggal pada 6 September 1966. Lahir dari ibu yang pernah hamil 18 kali, namun hanya 11 di antaranya yang lahir hidup. Margaret Sangre itu adalah anak ke-6 dari 11 tersebut. Ibunya kemudian meninggal karena kanker serviks.

Meskipun ibunya seorang Katolik taat, namun Margaret sendiri adalah seorang ateis. Dalam perkembangannya, Margaret percaya bahwa wanita berhak untuk menentukan kapan ia hamil dan kapan tidak. Lebih lanjut Margaret juga percaya bahwa wanita berhak merasakan kenikmatan seksual tanpa harus takut akan bayang-bayang kehamilan.

Nah, yang menarik dari Margaret adalah kepercayaannya pada eugenics, sebuah filosofi tentang perbaikan keturunan dengan cara menyeleksi manusia-manuasia yang dianggap “unggul “untuk bisa berketurunan, dan manusia-manusia “cacat” yang keturunannya harus dibatasi. Sekedar tambahan, filosofi ini yang juga dianut Adolf Hitler dalam rangka memurnikan ras Arya yang dianggap paling unggul dari ras-ras lain.

Beberapa kalangan pergerakan kulit hitam menganggap Margaret berusaha membatasi jumlah warga kulit hitam di Amerika dengan cara membuka klinik Keluarga Berencana di kawasan Brooklyn, New York yang merupakan tempat dengan populasi warga kulit hitam yang tinggi.

Berikut ini adalah petikan pernyataan-pernyataan Margaret tantang eugenics dan rasial yang saya kutip dari http://www.dianedew.com/sanger.htm:

  • “The most merciful thing that a large family does to one of its infant members is to kill it.” Margaret Sanger, Women and the New Race (Eugenics Publ. Co., 1920, 1923)
  • “…human weeds,’ ‘reckless breeders,’ ‘spawning… human beings who never should have been born.” Margaret Sanger, Pivot of Civilization.

  • “We do not want word to go out that we want to exterminate the Negro population,” she said, “if it ever occurs to any of their more rebellious members.” Woman’s Body, Woman’s Right: A Social History of Birth Control in America, by Linda Gordon
  • “More children from the fit, less from the unfit — that is the chief aim of birth control.” Birth Control Review, May 1919, p. 12

Akhirnya kita serahkan pada pembaca, tanggapan-tanggapan tentang tulisan ini. saya yakin sudah banyak yang lebih paham tentang sejarah KB dan eugenics dibandingkan saya.